SENI MENYAKITI DIRI SENDIRI

Pukul sembilan malam kau paksa tubuhmu rehat, padahal kantuk pun tak dirasakan.

Pukul tiga dini hari kau terbangun, hanya tatapan kosong yang cukup membuat tertegun.

Setitik dua titik, air matamu tumpah perlahan.

Esok harinya masih sama.

Kau tetap paksa mata itu terpejam pada pukul sembilan malam. Seraya meyakinkan seluruh anggota tubuh jika kau tak akan ingat lagi –setidaknya tuk sementara. Tutup luka itu rapat-rapat disertai malam yang temaram. Berharap esok sakit itu tak lagi menganga hingga terus-terusan mengerang.

Takut dan sesegukan masih kau rasakan, tatkala kau terjaga lagi di sepertiga dini hari. Rasanya tak akan ada habisnya ketika kau paksa hatimu untuk terbenam sekejap saja, namun ragamu masih meronta bak menodong tuk meminta pertanggungjawaban atas semua sakit yang kau rintihkan belakangan ini.

Lagi.

Berkali-kali.

Hingga hampir mati.

Ternyata benar, ingatan memang tak mahir berbuat bohong.

Semua yang kau usahakan tanpa satu insan pun tau.

Semua yang kau perjuangkan tanpa meminta validasi orang lain.

Semua yang kau tangisi semalaman suntuk karena tak sanggup menanggung beban sendiri.

Semua yang kau keluhkan tanpa diceritakan, bahkan dengan orang terdekat.

Semua derita yang kau telan sendiri, mencari celah untuk selesaikan seorang diri. 

Atas segala usaha mati-matian yang tak dapat kau ceritakan hingga lidahmu hampir kelu, tidurmu selalu terganggu, mulutmu hampir membisu, ragamu habis untuk meramu, pikiranmu hangus tak lagi menyatu, dan waktumu yang tak lagi tepat waktu.

Panjang umur untuk semua hal yang diam-diam sedang kau usahakan.

Semoga aku, kamu, kita semua sampai dengan selamat, dari permasalahan yang tidak dapat kita utarakan kepada siapa-siapa.

yang sebaiknya kau jaga adalah dirimu sendiri,”

[Sulung – Kunto Aji]

 

- y

 


Komentar