kalau
boleh aku perjelas, semakin hari kita bak dua insan saling menjauh.
kalau boleh aku ibaratkan, kita ini masih terikat namun punya sekat.
apakah
kamu makan dengan nikmat saat kita hampir tamat?
apakah kamu tidur dengan tenang saat kita tak saling menopang?
ironisnya, seluruh kata selalu
memiliki dua makna yang berlawanan. misalnya, semua yang menetap nantinya akan
menemukan alasan sendiri untuk pergi menjauh. begitu pula dengan semua yang pergi,
nantinya akan menemukan satu bahkan dua alasan, untuk menetap kembali pulang.
kita kian menjelma menjadi dua hati
yang payah ; rumpang, usang, jomplang.
tak
ada kita, hanya ada sajak aksara lusuh yang tak akan pernah kau pahami.
tak ada kita, hanya ada aku dan kamu yang tak lagi bersua.
aku dengan seribu tumpukan kertas yang
terkubur dalam kotak, berharap suatu saat nanti kau baca dan berusaha untuk
memahami betapa gaduhnya pikiranku saat kita tak saling bicara. kamu dengan
sejuta keambangan kosong, berharap semua akan baik-baik saja saat nyatanya kita
tak akan baik-baik saja.
tentang jalan malam yang kita lewati
tepat pukul 11, membawamu ke tempat-tempat baru yang kau kagumi, mendengarkan
celotehan konyolmu, bernyanyi kencang lagu-lagu kesukaan kita, hingga sedikit bertengkar
karena tak ada yang mau mengalah untuk memutar playlist spotify.
kini
menjadi hening.
saling
memilih untuk memendam.
dingin.
aku benci ini, benci setengah mati.
apalagi
yang harus kita perbaiki?
jangan lagi ajak aku berlari kalau kau sendiri ingin berhenti, lalu menepi, dan kau biarkan aku sendiri dalam siksaan sepi. aku harap dalam jeda yang berkepanjangan ini, memberikan titik inti agar kita tak lagi saling menyakiti.
maaf, aku jauh dari kata “mahir mengerti”.
-y
Kenapa harus lari ? Kenapa tak berjalan bersama ,dan menuju tujuan yg sama ,tak usah terburu buru ,aku masih disini menunggumu untuk menggapai semua ingin mu, :)
BalasHapusDari aku yg menunggu kembali pulang
ðŸ˜ðŸ’”
BalasHapus